Connect with us

Hi, what are you looking for?

Gaib & Spiritual

Di Hantui Arwah Janin

2 orang mahasiswi cantik datang pada saya, ada yang aneh pada salah satunya, yang rambutnya terurai. Dia memilih duduk di pojok, diam saja ketika tamu-tamu yang lain saling tegur sapa.

Ada yg aneh, tapi saya abaikan dulu sampai gilirannya, namun mereka memilih untuk giliran terakhir saja. Di ruang konsultasi dia diam dan gelisah, temannya juga diam, sepertinya mereka sulit memulai bicara, berkali-kali mereka melirik ke arah pintu, seolah takut ada yang masuk.

“Saya tahu apa yang tidak diketahui orang lain, bahkan sesuatu yang disimpan rapat sekitar 8-10 bulan yang lalu” kalimat saya membuat mereka terkejut, saya terpaksa tersenyum melihat ekspresi mereka.
“Bapak mengetahuinya?” tanya yang berjilbab keheranan, saya mengangguk dengan melihat lebih teliti sosok yang ada dipangkuan satunya.
“Pak, apakah dia belum sempurna?” tanya Ajeng yang dari tadi diam, matanya melihat lurus ke saya dengan ekspresi sangat butuh jawaban.
“Belum” kata saya secepat mungkin, sebelum semakin deras air matanya.
“Apakah bapak bersedia menyempurnakannya?”.tanyanya lagi disela-sela isaknya yang tertahan, temannya yang berjilbab terpaksa menenangkannya.
“Coba ceritakan dari awal, biar saya tidak salah”.Kata saya memula.

Akhirnya Ajeng menceritakan kalau November tahun kemaren menggugurkan kandungannya yang sudah 3 bulan atas desakan cowoknya yang sekarang baru lulus kuliah.

“Setiap saya selesai sholat, saya merasakan dia berputar-putar di sekitar saya pak…” kali ini tangisnya meledak tak terkendali meskipun berusaha di tahan, pundaknya berguncang keras “Saya sudah memberinya nama pak, juga sudah kami makamkan diam-diam..” lanjutnya di sela tangisannya.
Saya diamkan dulu sampai dia tenang.

“Mbak namanya siapa?”
“Rere pak” jawab yang berjilbab
‘Bersediakah mbak Rere membantu Ajeng, namun ini sedikit rumit”
“maksudnya bagaimana pak?”
“Saya akan coba masukkan ruh anak mbak Ajeng ke tubuh njenengan”.
“Waduh..!! saya takut pak” katanya cemas sambil melihat ke temannya yang mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
“Saya hanya ingin supaya mbak Ajeng bisa komunikasi sendiri dengan anaknya”. Rere semakin kelihatan takut, wajahnya mulai pucat.

“Laki-laki mbak”. kata saya mengalihkan suasana agar tidak tegang.
“Iya pak, tubuhnya bersih dan gemuk” katanya sambil berkaca-kaca.
“Tapi tidak pakai baju” kata saya “, Dia mengangguk
“Seperti itulah gambaran yang saya tangkap setiap dia datang, dia selalu menemani bila saya sakit pak.” nangis lagi, Rere menunduk saja, sepertinya pikirannya berkecamuk antara kasihan dan ketakutan yang amat sangat.

Sambil menunggu mereka berembuk, saya keluar membeli beberapa oborampe.
tidak sopan rasanya mendatangkan ghaib tanpa memberi hidangan, seperti yang sudah diketahui prosesi itu nanti pasti di lakukan di ruang meditasi, juga tempat penyimpanan benda-benda pusaka. Apabila ada prosesi, selalu saja ada yang keluar, kadang sekedar mengamati atau berjaga-jaga, kadang juga membantu bila di rasa ada kesulitan.

Ketika mulai menata, ternyata yang keluar dari tempatnya ada beberapa, termasuk eyang putri yang selama ini jarang sekali ikut-ikutanan. Sengaja semua saya taruh di balik kelambu agar tidak terkesan wingit, namun tetap saja mereka sampai saling bergandengan saat memasuki ruangan itu, asap dupa tidak bisa di sembunyikan.
“Mbak rere nanti menunggu isyarat saya ya” kata saya setelah membaca daftar pertanyaan yg akan diajukan pada Cahaya.

Liridho Illaihi ta’alla alfatehah………….

Ajeng saya minta duduk ditengah ruangan, Rere duduk di sudut mengamati
Setelah tenang, asap dupa masih melenggok-lenggok artinya belum bisa segera dimulai. Saya minta Ajeng seperti rileks, ikhlas manjalani, perlahan asap dupa mulai lurus menyentuh langit-langit kamar. Saya bimbing Ajeng untuk menghadirkan dan memasukkan Cahaya ke tubuhnya, harus mau dan ikhlas supaya tidak terjadi benturan yang menyakitinya.

Suasana hening, asap makin lurus dan udara semakin dingin, Rere beringsut agak ke tengah, alunan mantra Gayatri dari recorder saya kecilkan, sekali lagi Ajeng saya minta mengulangi bacaannya, tubuhnya mulai bergetar lalu tiba-tiba terguling.

Glundung..!

Rere bergerak cepat menahan kepala Ajeng agar tidak terbentur tatami, namun segera pula terhenyak kebelakang ketika tubuh Ajeng mulai bergerak aneh, pertama dia tengkurap lalu perlahan beringsut seperti sedang sujud dan perlahan mengangkat tubuhnya seperti hendak merangkak. Matanya terbuka lebar mengamati sekeliling, sekali lagi Rere mundur sampai pojok, lalu melihat ke arah saya sebentar dan matanya tertuju pada botol di sebelah saya, maka saya singkirkan keluar kamar, rupanya minyak neraka yang sengaja saya persiapkan untuk situasi tak terkendali mengganggunya.

Merangkak berputar, Rere saya beri isyarat untuk mendekat. mulanya dia ragu-ragu maka saya mendekati dulu barulah ikut mendekat “Asalamu’alaikum” katanya sambil melihat catatan.

Cahaya cuek, “asalamu’alaikum” sapa Rere untuk yang kedua kalinya.
Cahaya masih tidak memperdulikan, bahkan mulai merangkak berputar lagi, Rere kembali surut, ketika akan menyapa lagi saya tahan, sepertinya Cahaya masih kebingungan di dalam tubuh Ajeng ibunya.

Dupa itu untuk suguhan tamu dan bisa untuk menangkap isyarat dari ghaib
kadang di tengah prosesi asap dupa mobat-mabit, berarti ada sesuatu yang kurang pas atau isyarat adanya bahaya dari mereka. Maklum kadang kalau menangani sendiri, kurang kontrol pada sekitar.

“Duduk” kata saya dengan nada dalam, dia menatap sekilas lalu duduk.
“Apakah kamu Cahaya?” dia diam seolah tidak mendengar.
“Apakah kamu putranya mama Ajeng?” Kali ini dia memgangguk beberapa kali, maka saya beri isyarat pada Rere untuk mendekat dan bertanya.
“Assalamu’alaikum” sapanya pelan dekat telinganya, dia hanya menoleh sebentar tanpa ekspresi ke Rere lalu menunduk lagi, saya beri isyarat padanya agar melanjutkan ke pertanyaan yang lain.

“Apakah benar kamu lelaki?” Kali ini dia mengangguk sekali.
Pertanyaan ini di rasa penting karena saat dikeluarkan belum jelas kelaminnya sehingga agak ragu memberi nama pria atau nama wanita.
“Apakah kamu lapar?” Dia menggeleng.
“Apakah kedinginan? Dia menggeleng.

ini ditanyakan karena memang terlihat tidak pakai baju.
“Apakah kamu sayang sama mama Ajeng?
Dia mengangguk beberapa kali sambil memeluk badannya, terlihat air mata mengalir di pipi Ajeng, walaupun seolah tubuhnya dikuasai makhluk lain, namun masih ada sedkkit kesadaran padanya sehngga bisa mengikuti dialog meski tidak berdaya.

“Apakah kamu sayang sama papa ***?” Kali ini dia melihat lurus se arah Rere, menatap dengan ekspresi yang tidak jelas namun cukup membuat ciut nyalinya.
“Apakah kamu ingin tinggal sama mamamu?” Tanya Rere memberanikan diri,
Dia menggeleng
“Ingin tinggal sama papamu?” Kali ini Rere benar-benar pupus nyalinya, ya tatapan Cahaya kali ini terasa ada kemarahan.
Saya ambil kertas yang di pegangnya.
“Cahaya…. ya namamu Cahaya, nama pemberian mama Ajeng” dia mengangguk tanpa sepatah katapun.
“Apa kau senang tinggal di tempat sekarang?” Dia menggeleng.
“Tempatmu di pemakaman?” Dia mengagguk.
“Apakah engkau ingin disempurnakan” kali ini dia mengangguk sambil bersujud kearahku.
“Hanya itu yang kau inginkan?” Dia mengagguk sambil tetap bersujud.
“apakah mau tinggal di sini?” tanya saya sambil menunjukkan sebuah mustika, dia mengangguk berkali kali dengan tatapan mata berbinar.
“Baiklah, sekarang keluarlah dari tubuh mamamu”. Dia mengangguk beberapa kali sebelum tubuh Ajeng terguling seperti orang pingsan.

By Romo Sidharto Haryo Pusoro

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like

Gaib & Spiritual

Di dalam ajaran Islam di jawa terdapat empat jenis nafas yaitu nafas, anfas, anfas dan nufus. Dalam bahasa Jawa diucapkan “napas, tanapas, anpas, nupus.”...

Religi

Pada suatu kesempatan lalu , saya di perkenankan untuk singgah di Trenggalek . Memang di bulan februari kemarin, saya dapat kesempatan untuk berlibur 3...

Sastra

PUPUH I ASMARANDANA //Kasmaran panganggitgending / Basa Sunda lumayanan / Kasar sakalangkung awon / Kirang tindak tatakrama /Ngarang kirang panalar / Ngan bawining tina...

Wisata

Pantai Pucang sawit secara administratif berada di Desa Pucanglaban kec. Pucanglaban Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Desa Pucanglaban berada di pesisir Samudera Hindia yang dipenuhi oleh...

Translate »