Belum banyak yang tahu taman yang diresmikan revitalisasinya tanggal 21 Maret 2007 itu mempunyai sejarah legendaris di kota ini. Area seluas 900 meter persegi yang dibangun dengan dana sekitar 1,2 Milyar berasal dari sebuah desa terkenal, yaitu desa bungkul. Bentuk Desa Bungkul masih ditemukan di peta Surabaya terbitan 1872. Bahkan dalam peta Surabaya 1900, desa ini tampak luas dan dipenuhi sawah di bagian barat. Perkampungannya berada di sisi timur Kalimas. Batas selatan desa adalah di persimpangan jalan Marmoyo sekarang, batas sebelah timur di Jl Adityawarman sekarang, dan sebelah utara dibatasi dengan kampung Dinoyo. Ada nama Desa Darmo di utara Desa Bungkul saat itu. Konon desa Bungkul ini terkenal dengan sosok spiritualnya, yang bernama Sunan Bungkul.Siapa Sunan Bungkul itu?
Nama Mbah Bungkul ditemukan di Babad Ngampeldenta terbitan 2 Oktober 1901 yang naskah aslinya terdapat di Yayasan Panti Budaya Jogjakarta. Selain itu, juga ada Babad Risakipun Majapahit Wiwit Jumenengipun Prabu Majapahit Wekasan Dumugi Demak Pungkasan yang disimpan di Perpustakaan Reksopustoko Surakarta.
Sulitnya menemukan sosok ini bahkan dibenarkan sejarahwan mendiang GH Von Faber pada bukunya Oud Soerabaia, terbitan 1931. Faber mencatat kesan Bungkul dalam bahasa Belanda yang kira-kira terjemahannya demikian:
Orang-orang tua melarang menceritakan apa pun tentang Bungkul ini. Pelanggaran terhadap larangan itu pasti diganjar hukuman. Si pelanggar akan diancam oleh jin, diisap darahnya oleh kelelawar, lehernya dipelintir dan sebagainya, demikian pula ibu, istri, dan anak-anaknya akan mendapatkan celaka. Masih banyak ancaman mengerikan yang ditulis Von Faber.
Saat ini, penjelasan paling banyak bahwa sosok ini adalah keturunan Ki Gede atau Ki Ageng dari Majapahit. Kompleks makam ini eksotis. Di dalamnya masih tersisa suasana Kampung Bungkul di tengah kota yang sibuk. Ada gapura ala Majapahit, terdapat mushala lama, gazebo bersosoran rendah. Belasan makam lain berada di bawah rerimbunan pohon-pohon tua.

Tidak ditemukan kisah yang sahih. Yang bisa di lakukan hanyalah mengumpulkan kepingan-kepingan kisah tentang sosok ini dari beberapa catatan lama itu sekalipun itu juga masih bisa diperdebatkan.Selain di Taman Bungkul, sejumlah makam pengikut Bungkul banyak tersebar di kawasan Darmo. Sebagian sudah tergusur, beberapa masih bertahan. Salah satunya di temukan ‘tercecer’ di depan Kantor Kecamatan Tegalsari Jl. Tanggulangan, sekitar 100 meter dari Jl. Raya Darmo atau 300 meter sebelah utara makam Mbah Bungkul. Namanya makam Mbah Kusir, diyakini kusirnya Mbah Bungkul.
Awalnya Mbah Bungkul bernama Ki Ageng Supa. Sewaktu masuk Islam, berganti menjadi Ki Ageng Mahmuddin. Ia diperkirakan hidup di masa Sunan Ampel pada 1400-1481. Supa mempunyai puteri Dewi Wardah.Sahibul hikayat, Supa ingin menikahkan puterinya. Namun ia belum mendapatkan sosok yang diharapkan. Lalu Supa mengambil delima dari kebunnya dan bernazar, siapa pun lelaki yang mendapatkan buah ini, akan saya jodohkan dengan anakku, nazarnya.
Delima itu dihanyutkan ke Sungai Kalimas yang mengalir ke utara. Alur air sungai ini bercabang di Ngemplak menjadi dua. Di percabangan kiri menuju Ujung dan ke kanan menjadi kali Pegirikan. Tampaknya delima itu `berenang` ke kanan. Karena suatu pagi santri Sunan Ampel yang mandi di Pegirikan Desa Ngampeldenta, menemukan delima itu.
Sang santri pun menyerahkannya ke Sunan Ampel. Oleh Sunan Ampel delima itu disimpan. Besoknya, Supa menelusuri bantaran Kalimas. Sesampainya di pinggiran, ia melihat banyak santri mandi di sungai. Supa, yakin disinilah delima itu diselamatkan oleh salah satu di antaranya. Apakah ada yang menemukan delima, tanya Supa setelah bertemu Sunan Ampel. Raden Paku, murid Sunan Ampel dipanggil dan mengaku. Singkat cerita Raden Paku dinikahkan dengan anak Supa.
Pendopo dan gapura paduraksa yang memisahkan bagian tengah Makam Sunan Bungkul dengan bagian dalam, dimana terdapat makam sang sunan dan makam lainnya. Sebelumnya terdapat gerbang paduraksa lebih besar, yang membatasi bagian luar dengan bagian tengah makam, hal yang kurang lazim, karena biasanya menggunakan candi bentar.
Gerbang paduraksa adalah gerbang dengan penutup di bagian atasnya, sedangkan candi bentar merupakan gerbang tanpa penutup. Setelah gerbang paduraksa pertama terdapat surau yang konon dibangun oleh Sunan Bungkul bersama dengan Raden Rahmat (Sunan Ampel). Ada yang menyebutkan bahwa Raden Rahmat pernah berguru kepada Sunan Bungkul.
Pandangan pada sisi kiri cungkup Makam Sunan Bungkul dimana berjajar makam yang nisan dan badan kuburnya diselimuti dengan kain putih. Di luar cungkup makam ada beberapa makam tua, Di sini konon ada makam Makam Mbah Sholeh, pengikut setia Sunan Ampel, meskipun makam sebenarnya ada di kompleks Makam Sunan Ampel Surabaya.
Sebuah versi menyebut bahwa Sunan Bungkul adalah mertua Raden Paku, yang lebih dikenal sebagai Sunan Giri, setelah Raden Paku secara tidak sengaja memungut buah delima dari Kalimas. Tanpa diketahuinya, Sunan Bungkul memiliki niatan barang siapa yang menemukan buah delima itu akan ia jodohkan dengan puterinya yang bernama Dewi Wardah.
Padahal Raden Paku telah dijodohkan dengan puteri Sunan Ampel yang bernama Dewi Murthasiah, namun karena perjodohannya dengan Dewi Wardah mendapat restu Sunan Ampel, maka Raden Paku pun menikahi kedua puteri itu pada hari yang sama. Makam Sunan Bungkul ini merupakan bangunan cagar budaya, seperti tertera pada prasasti di sana.
Makam Sunan Bungkul ada pada sisi sebelah kanan di dalam cungkup makam di atas. Di area makam juga ada sebuah sumur yang airnya konon memiliki tuah. Karena lebih tua, ada peziarah yang datang lebih dulu ke Makam Sunan Bungkul, sebelum ke Makam Sunan Ampel, meskipun tidak ada nama Sunan Bungkul atau Ki Supo dalam riwayat Sunan Ampel.
Makam Sunan Bungkul kabarnya dikunjungi sekitar 100 orang setiap harinya, dan pada hari libur jumlahnya bisa mencapai ribuan, kebanyakan dari luar kota, ada pula yang dari luar pulau. Adanya pohon beringin besar yang tua seperti biasa dapat membantu memberikan sebuah ‘suasana’ bagi para peziarah yang datang ke tempat seperti ini.
Jika nama Sunan Bungkul atau mBah Bungkul tidak di temui selain di makam ini, maka nama Mpu Supo telah di temui sebelumnya di Kawasan Bukit Surowiti, dimana terdapat beberapa peninggalan Sunan Kalijaga. Makam Mpu Supo di Bukit Surowiti di jumpai setelah berkunjung ke Goa Langsih Gresik, tempat persembunyian Brandal Lokajaya.
In this article:

Click to comment