Selain kemampuan bathin yang mumpuni, hendaknya sebagai seorang pelaku ilmu kasepuhan juga bisa menunjukkan tata krama, etika dalam kehidupan sehari-hari. Baik perilaku dengan diri sendiri maupun orang lain. Biasanya mereka para pelaku spritual yang mempunyai ilmu mumpuni otomatis tata kramanya akan tertata dengan baik.
Terkadang ada juga mereka yang mempelajari ilmu kasepuhan belum menerapkan tentang esensi ilmu yang mereka pelajari atau bisa juga kasepuhan yang mereka pelajari hanya sebatas baju namun belum nyawiji dengan kesadaran diri dan hatinya.
Orang sepuh dulu biasa mengatakan bahwa wujudnya ilmu itu adalah tata perilaku yang baik dan pener, sehingga membawa dampak sosial pada masyarakat tentunya.
Tentang ‘Wadahnya ngelmu,” sebagai contoh bahwa air akan mengikuti bentuk dan tempatnya (wadah) itu berlaku pada siapa saja yang belajar tentang keilmuan. Pada sisi lain juga ada istilah “sidik paningal,“ dimana ketika melihat satu sisi permasalahan atau obyek maka akan menghasilkan ribuan cara solusi atau pandangan secara obyektif.
Mereka yang mempunyai rasa welas asih biasanya sudah membuktikan bahwa setinggi-tinggi ilmu itu berada pada puncak “cinta” sehingga mereka terapkan dalam kehidupan sehari-sehari bersama perilaku dan tindakan.
Pada peribahasa sudah di jelaskan bahwa dimana kita berpijak, maka disitulah langit wajib kita junjung, maka bisa dikatakan kualitas ilmu itu berada pada yang namanya “tata krama.”
(By : FZ)