Gajah Mada nama yang tak asing lagi di telinga kita. Dengan sumpah Palapanya yang terkenal sebuah cita-cita luhur menyatukan bangsa Indonesia. Namun siapa yang tahu nama sepupu patih kerajaan Majapahit tersebut. Dialah “Kudo Kardono” panglima perang kerajaan.Nama Kudo Kardono mungkin asing di telinga kita. Namun siapa mengira bahwa Kudo Kardono adalah panglima besar kerajaan Majapahit. Beserta Kubilai Khan mengatur perdagangan rempah-rempah kerajaan Majapahit. Dengan gagah berani sang maestro perang ini melawan segala bentuk penjajahan dari kerajaan lain. Hingga titik darah penghabisan Kudo Kardono mempertahankan keutuhan kerajaan Majapahit yang termasyhur. Sampai akhirnya menghembuskan nafas terakhir di tengah kota Surabaya.
Cempaka merupakan nama sebuah jalan di Surabaya yang sekaligus tempat persinggahan terakhirnya. 1522 adalah tahun gugurnya sepupu Gadjah Mada ini. Tidak jauh dari jalan Cempaka terdapat jalan mawar dimana panglima besar Majapahit ini dikebumikan. Terlihat batu nisan lain yang mengelilingi batu nisan panglima Kudo. Mereka adalah keluarga dan abdi dalem beliau
Menurut Sri Poniyati, juru kunci makam, Kudo Kardono dimakamkan dengan dengan senjata khas tempo dulu berupa panah, cambuk kuda, keris dan lain sebagainya. Sebelum dipugar pada tahun 1959 oleh Mayor Jenderal Soedjono Hoemardani, Asisten Pribadi Presiden Soeharto, makam tersebut memiliki nisan berupa batu yang sudah usang. Setelah dipugar, batu nisan tersebut diganti dengan menggunakan marmer yang didatangkan langsung dari Tulungagung.
Di sekitar makam Kudo Kardono terdapat arca Trimurti yang telah dibuatkan pondokan kecil dari semen, yang berfungsi sebagai tempat pemujaan umat Hindu Bali. Di samping kanan Pondokan Trimurti berdiri sanggar Pamujan, tempat ibadah bagi mereka yang menganut aliran Kejawen. Di dalam sanggar Pamujan berdiri tiga patung berwajah menyeramkan. Ada yang berwajah tiga, membawa senjata dan memiliki taring panjang. Oleh penduduk sekitar, situs tersebut sangat dijaga dan dilestarikan terbukti dengan masih lengkapnya arca-arca batu peninggalan Majapahit.
Namun sayangnya, perhatian dari pemerintah kota Surabaya masih kurang. Hanya tujuh ratus lima puluh ribu yang diangsur tiga kali dalam setahun. Mengingat biaya perawatan yang kurang, sang juru kunci makam hanya mengandalkan sumbangan sukarela dari pengunjung makam. Perlu perhatian khusus dari pemerintah untuk mengembangkan potensi wisata sejarah makam Kudo Kardono yang kian lama memprihatinkan.
(Sumber : Sejarah Surabaya)
– FZ
In this article:

Click to comment