Connect with us

Hi, what are you looking for?

Gaib & Spiritual

Oleh Oleh Dari Padepokan Klampis ireng Part 7

“Hamba mau membersihkan diri dahulu Panembahan, silahkan kalau paduka ingin menikmati keindahan istana kita”
“Ya, Yayi”
Panembahan bukanlah orang yang tamak, juga bukan manusia yang mudah tergoda oleh mas picis rajabrana, namun beliau memiliki jiwa seni yang tinggi, juga mengagumi karya cipta yang indah.
Kakinya melangkah mendekati ranjang mas kuno yang konon diperebutkan oleh Gathutkaca dan Kera Putih di angkasa, begitu hebatnya pertempuran mereka dan baru berhenti ketika ranjang terlempar jatuh di tengah-tengah samudera raya, yang dijaga oleh mahluk halus, diamatinya hiasan berukir-ukiran, terasa sejuk berkilauan, hiasan di ranjang terlihat bercahaya yang sampai menyentuh angkasa, gemerlap cahaya megah, matahari terlihat meredup terkena sorotan cahaya dari puri si Dewi.

Saat coba dijamah, ada getaran halus pertanda kalau memiliki daya penarik yang kuat “Kalau sampai seseorang merebahkan dirinya disini, bisa dipastikan akan melupakan semua norma dan susila, dia akan terperangkap seolah menemukan surga dunia” beliau bergumam sambil cepat-cepat menarik tangannya, lalu melangkahlah ke halaman yang asri, bertebaran intan-intan megah, mutiara merah, dan bermacam-macam batu jamrud, yang tertata indah membentuk lukisan nirwana, lantainya puri agak tinggi, dengan hiasan emas, ditepinya emas putih, berbentuk bunga-bunga yang sedang mekar.

Dari situ juga terlihat gapura tinggi megah dengan gerbang merah, terlihat indah namun kokoh, diatas puncak berhias intan sangat indah, memancarkan cahayanya, seperti sinar matahari, jika malam seperti siang, siang dan malam menjadi sama, sekali lagi panembahan mengakui keindahan istana sang Dewi, namun semakin kuat pemahamannya bahwa ini bukanlah alam nyata.
Ketika Panembahan kembali ke puri, di lihatnya sang ratu sudah ganti busana, sutra kuning melilit tubuhnya yang indah, dengan duduk di pembaringan sambil bersandar di ukiran kembang gading, gemerlap intan permata seolah redup oleh karismanya.
“Mari kangmas” sambil turun dari pembaringan dan membimbing Panembahan untuk duduk di sampingnya.

Meskipun telah menyadari kekuatan ghaib ranjang yang seolah mampu merampas sukma, namun beliau tidak mampu menolak, dituruti saja ajakan permaisurinya untuk bersanding. Seolah masih tidak percaya bahwa yang duduk disampingnya adalah istrinya, Panembahan mengamati lagi wajah sang ratu, kecantikannya sudah melebihi wajah Dewi Habsari di surga, sama persis seperti sang Dewi Wilutama.

Dibalik itu, sesungguhnya Sang Ratu mempunyai kesaktian berubah wujud, berubah 7 kali sehari, kecantikan yang terpancar sempurna, terkadang sangat tua, jika terdengar musik tingkah laku si Dewi berubah menjadi seperti gadis kelingsari.Apabila sedang memberi perintah, seperti janda yang anaknya meninggal, ketika menjelang ufuk timur muncul wujud berubah seperti bidadari, seperti dewi dari Kurawa, berkuda seperti sedang susah. Ketika tabuh bedug, mirip putri dr Kediri, ketika matahari terbenam seperti Banowati, ketika asar berubah seperti Dewi Ratih, 7 kali sehari, ketika malam semakin bertambah cantik.Ketika kanjeng Ratu tersenyum, Panembahan hanya memandang dengan diam,seolah jiwanya telah hilang.

Kanjeng Ratu mempunyai kesaktian yang sangat tinggi, Ratu dengan sesama mahluk halus, mampu berubah wujud 1000 kali, bisa berubah menjadi laki-laki, sehingga berada di seluruh dunia, karena sangat saktinya sang Dewi.Siapa yang tidak tunduk, seluruh mahluk halus dan bangsa manusia di Jawa, para Raja-raja sudah takluk semua, hanya kepada Ratu Kidul saja, mereka takut dan mengabdi, memberi pengabdian setiap tahun, kalau ada yang tidak tunduk, itu memang sengaja tidak di tundukkanGunung Merapi dan gunung Lawu, bermahkota di samudera, Raja Pace dan Nglodhaya, Gunung Kelud dan Gunung Wilis, Mata air sembilan Bledug dan Ratu Kuwu semua dalam kekuasaan Kanjeng ratu.

Panembahan Senopati seolah tersadar dari mimpi ketika dibimbing Kanjeng Ratu berdiri dari peraduan dan pindah duduk ke kursi di samping ranjang mustika.
Telah terhidang makanan, minuman keras dan minuman manis, yang melayani para gadis-gadis yang berpakaian serba hijau yg bagus-bagus.

Saat panembahan dilayani sang Dewi menikmati hidangan, para penari bedhaya maju kedepan, musik gending semang berbunyi nyaring, mereka yang sedang memadu kasih menikmati hiburan itu menimbulkan rasa tenteram dihati, gerakannya elok menawan, bermacam-macam gerakan penari datang pergi silih berganti.

Senopati terheran-heran terpesona melihat gerakan-gerakan yang gemulai, sesuai dengan alunan irama musik, irama tembangnya menentramkan hati, sampai lama terpana melihatnya, wajah dewi-dewi yang cantik-cantik.Tiada yang lain yang dipikirkan hanya di depannya, juga hanya kepada Ratu Kidul, hatinya semakin berdebar-debar, karena sang Dewi lebih unggul kecantikannya dibandingkan penyanyi, Dewi bercahaya seperti emas habis cuci.Untuk yg kesekian kali, diamatinya wajah permaisurinya, setiap kali dilihat, seolah Dwi juga sedang manatapnya sambil tersenyum indah, meskipun jelas sang Dewi sedang menikmati tarian atau sedang mengambil hidangan dan seolah wajahnya menghadap ke segala arah.

Senopati tidak lagi mampu membendung asmara yang bergolak dalam hatinya, tidak terus mengumbar pandangannya hanya sebentar-bentar saja memandang Ratu, tidak berhenti pula perang dalam bathin hatinya, sang senopati teringat bahwa yang dihadapinya kini adalah Ratu Kidul bukan murni istrinya yang dulu, meskipun statusnya adalah permaisurinya, entah bagaimana hingga bisa menjelma menjadi Ratunya mahluk halus, ataukah jangan-jangan dari dulu dia memang Ratu Jin, gundah gulana menyelimuti hati dan pikirannya.Dalam perasaannya senopati terdalam, akan tetapi sang Ratu sudah tahu, dengan apa yang dipikirkan senopati.

Berbicara dalam hati, sang Ratu di samudera, “Jika saya tidak perlu menikah, tidak harus menjadi permaisuri, lebih baik mejadi laki-laki, tidak ada yang mempengaruhi, Sudah menjadi sumpah saya, berniat untuk menyendiri selamanya, menanti-nanti pengharapan, akan menjadi merepotkan, nanti aku mencoba, keangkuhannya agar menjadi-jadi.Orang besar di Mataram, agar lupa dengan negaranya, kerasan (suka tinggal) di samudera”, sang Dewi mengumbar senyum, kepala menunduk dengan mata menoleh sedikit melihat senopati, hati Senopati menjadi penasaran.

Mencuri pandang kepada sang Dewi yang harum, menjadi tidak menentu perasaannya, sambil berbicara halus “Duh putri cantik yang kuinginkan, sudah lama aku memandang, kepada keindahan dalam puri,Tempat tidurmu pun belum ku tahu, seperti apa kelihatannya tempat tidurmu itu”.
Ratu menjawab, “Tidak bagus wujudnya, jika harus melihatnya terserah kangmas, siapa yang pantas memiliki, saya hanya sekedar menjaga saja.”
Segera mereka beranjak bersama, sang senopati dan sang Dewi, datang ke tempat tidur yang nyaman, keduanya duduk pelan-pelan, diatas permadani yang rapi. Sekali lagi Senopati terheran-heran melihatnya, bermacam-macan hiasan Sri Kumendhung di pajang, terasa seperti syurga berpindah, Sang Ratu berbisik dekat telinga sang senopati, seolah tidak ingin ada yang mendengar “Ya begini lah wujudnya kangmas, tempat tidur si janda yang sengsara, karena tidak ada yang memiliki.”

Mendengar bisikan seperti itu Senopati tersenyum sambil melirik si Dewi yang harum, “Kasihan sekali kamu dik, katamu hanya seorang janda tapi kenyataanya melebihi semua istana, tidak ada yang menyamai istana dinda. Hiasan Sri Kumendhung, baru kali ini aku melihatnya, tempat tidur serba indah, pantas sesuai yang memilikinya, bentuk yang sangat cantik, pandai sekali merangkainya”.

Sejenak kemudian Panembahan melanjutkan “Aku menjadi malas pulang ke negeri Mataram, setelah melihat-lihat istana adinda, rasa penasaran hanya satu, kenapa tidak ada lelaki, apakah itu berarti istana ini tertutup buat lelaki?” kalimat Panembahan yang seolah tidak ingin kembali ke Mataram dan pertanyaan yang menunjukkan bahwa apakah di ijinkan tinggal di kraton kidul membuat hati sang Dewi berdebar senang, namun di tutupinya dengan rapi perasaan itu, dia ingin mendengar lebih lanjut apa yg akan dikatakan Panembahan.

Sambil melirik paras sang dewi, Panembahan melanjutkan “Dasarnya wanitanya cantik seimbang dengan pria yang baik, yang setia kepada isteri, mengharap wanitanya juga setia pada suami, juga suka mempunyai anak banyak”, Senopati menggoda dengan matanya.

Sang Dewi duduk dengan kepala menunduk, sambil tersenyum berbicara halus seolah hanya berbicara dengan diri sendiri, “Bagusnya memang tidak memiliki suami, bertambah apa orang bersuami?, enak sendirian saja, tidak ada yang mengusik, enak tidur sendiri berguling kesana kemari, di atas pembaringan bersama guling, dan tidak ada yang harus dikerjakan”.

Senopati terlihat tersenyum, “Benar katamu dinda, enak sendirian daripada punya suami yang tidak bisa memberi apa-apa” kata Panembahan itu datar saja, namun telah menusuk kedalam sanubari Kanjeng Ratu Kidul yang perkasa, dia mencoba bertahan karena ingin membuat Panembahan tergil-gila agar benar-benar tidak ingin kembali ke Mataram dan selamanya mau tinggal di istana kidul.

“Hanya heran saya kepada dinda, ada seorang lelaki terpapar sengsara di pesisir pantai, meminta belas kasihan dengan mata sayu dan hati remuk redam, sambil melihat samudera mendambakan keajaiban muncul dari sana, malah di gandeng paksa, disuruh mampir atau singgah ke dalam puri..” Sang Ratu menutup mulut Panembahan dengan lembut, hatinya merasa tersentuh terpana tidak tertahankan, lalu lelaki itu dicubit perutnya, sambil melirik tersenyum menggoda senopati.

Sambil mengusap perutnya seolah-olah kesakitan oleh cubitan sang Dewi, Panembahan berkata dengan halus “Ya aku ini berbicara secara mudahnya saja, aku datang ke samudera karena sedang sakit, sudah lama tidak mendapat obat, seperti apa syaratnya obat sakit asmara. Aku sudah keliling dunia untuk berusaha, yang menjadi penawar sakit tidak lain hanya dirimu dindaku, aku sedang dihukum dan yang bisa menyembuhkan sakit asmara yang kualami hanyalah apabila telah kutemukan kasih sayang tulus kepadaku.”

Sang Dewi cemberut lalu menunduk sambil berkata dengan nada agak ketus “Kangmas ini hanya berbicara bohong, perkiraan dinda tidak lah salah. meminta obat katanya, tapi tidak sungguh-sungguh sakit, sakitnya karena berkehendak mejadi raja di raja namun tidak enak bermusuhan dengan sesama guru, yang sudah dititahkan memegang kekuasaan negeri Pajang, bukan karena sakit asmara.” mendengar itu sang Panembahan merasa sedih karena lamarannya seolah ditolak, perkataannya seolah tdk dipercaya.Tubuh yang perkasa itu seolah tak memiliki tulang belulang lagi.

Kanjeng Ratu yang sesungguhnya sudah matian-matian menahan gejolak perasaannya, tidak sampai hati untuk mempermainkan perasaan kekasih hatinya, setelah mampu meredakan dengup jantungnya, sang Dewi berbicara kepada senopati, “Kurang apakah sang pangeran tampan, yang menduduki Mataram, berkelana sampai samudera, tidak bisa menyembuhkan yang menjadi sakit hatinya.Sungguh saya bukan dukun, sedangkan api asmara yang kangmas derita, tidak mungkin menyebabkan kematian baginda yang tampan dan gagah perkasa dan yang akan menjadi Raja dari para raja-raja, yang menguasai tanah jawa, ditakuti oleh sesama raja.Yang menduduki Mataram tidak mungkin kekurangan wanita, yang cantik-cantik dan utama, kaum wanita yang bagaimanapun pasti tersedia”.

Panembahan menghela nafas panjang “Tidak salah yang kau katakan yayi, di Mataram seperti apa saja ada, wanita secantik apapun di tanah Jawa ini bisa aku dapatkan dengan mudah, namun bab asmara sepertinya memang aku terkena kutukan ini.Sebagai hamba, aku tidak boleh mengingkari yayi, hanya engkaulah wanita yang ku harapkan untuk bisa mencintaiku dengan ketulusan hati, bukan karena aku seorang raja, tetapi aku sebagai seorang lelaki”.

“Kang mas, Selama saya menyendiri, pernah mempunyai keinginan bersuami, yang berbakti kepada kerajaan, di puja dan di kagumi oleh seluruh rakyatnya. hamba hanya seorang wanita malas yang terbelit kain sehingga tidak pandai terhadap pria, Kalau saja diri ini di ijinkan, hamba hanya ingin untuk berbakti kepada Gusti Mataram,” Sang Senopati tersenyum bahagia mendengarkan perkataan Dewi, diletakkan tangannya di pundak sang dewi sambil menikmati kemanisan Sang Ratu Kidul.

Semakin lama tidak bisa ditahan lagi hati Senopati, tangan Dewi dipegang pelan-pelan, sang Ratna Dewi berkata lembut manja, “Duh Pangeran nanti sakit, sebetulnya pangeran mau apa, tiba-tiba meremas-remas jari tangan saya, Jari tangan saya kecil-kecil, jika patah siapa yang akan mengganti, meskipun orang besar Mataram tidak mungkin menciptakan jari tangan”, Senopati tersenyum sambil berkata pelan, “Duh wanita cantik jangan marah, akan ku mohonkan pada Yang Kuasa, agar ke sepuluh jariku bisa menggantikan jarimu yang tersakiti, Kanda memegang tanganmu, dinda jangan sampai salah terima, hanya mau melihat cincinmu”,

Tendengar itu sang Dewi pura-pura cemberut sambil berkata “Jika benar Anda hanya mau melihat cincin hamba, kan melihat dari jauh saja, pasti bukan karena cincin ini, berpura-pura memegang jemari, pasti berkehendak sesuatu, Saya seorang wanita kang mas, tidak mampu berkehendak sesuka hati, beri lah janji cinta kasih yang pasti untuk menenteramkan hati ini”.

Senopati merayu dengan bernyanyi sambil tersenyum, suaranya merdu menggugah hati, Ratu cantik sudah terpesona, kepada senopati cintanya terbuka, senyum ratu menawan pria, Senopati tersentuh hatinya.Sang Dewi disambut perlahan, diletakkan diatas pangkuan senopati, sang Dewi tidak menolak keingina yang tertuju kepada kekasih hati.

Dan titisan Sang Hyang Wiku, yang menguasai dunia, Senopati tanpa halangan, kehendak kepada sang Dewi, saling melihat mesra dalam pangkuan, seperti boneka golek gadhing.Tempat tidur yang harum, tertutup kain selendang, senopati mendatangkan hasrat, selalu mesra, kepada ratu yang seperti bunga sedang mekar, yang berada ditengah kuncup gading.

Jin setan parahyangan serta mahluk halus, mereka mengintip, kepada gusti yang bercinta, terdengar saling berbisik,terkejut sang Dewi ketika sanggul rambutnya menjadi berantakan, tercium bau semerbak harum, rusaknya pura samudera.Dewi terbaring lemah di tempat tidur harum, Senopati memandang dengan belas kasihan, sang Dewi diambilnya pelan-pelan, lalu keduanya duduk di tepi pembaringan.

 

Bersambung ke Oleh Oleh Dari Padepokan Klampis ireng Part 8

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like

Gaib & Spiritual

Di dalam ajaran Islam di jawa terdapat empat jenis nafas yaitu nafas, anfas, anfas dan nufus. Dalam bahasa Jawa diucapkan “napas, tanapas, anpas, nupus.”...

Religi

Pada suatu kesempatan lalu , saya di perkenankan untuk singgah di Trenggalek . Memang di bulan februari kemarin, saya dapat kesempatan untuk berlibur 3...

Sastra

PUPUH I ASMARANDANA //Kasmaran panganggitgending / Basa Sunda lumayanan / Kasar sakalangkung awon / Kirang tindak tatakrama /Ngarang kirang panalar / Ngan bawining tina...

Wisata

Pantai Pucang sawit secara administratif berada di Desa Pucanglaban kec. Pucanglaban Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Desa Pucanglaban berada di pesisir Samudera Hindia yang dipenuhi oleh...

Translate »